Jumat, 11 Juni 2010


Prancis Berharap Tuah Monsieur Henry

MENJELANG pertandingan perdana Piala Dunia 2010 melawan Uruguay di Cape Town Stadium, Jumat (11/6) malam ini, aroma tak sedap malah tercium dari kubu Prancis. Para pemain senior Les Blues--julukan Prancis--meminta pelatih Raymond Domenech tetap memasukkan nama Thierry Henry ke dalam starting line up. Kedengarannya rada aneh. Yang namanya pelatih, ya tugasnya menentukan strategi dan susunan pemain. Tugas pemain, ya menuruti pelatih termasuk menerima keputusan dimainkan atau tidak.

Sebenarnya seberapa penting peran Henry di tim Prancis sampai-sampai para pemain berani melakukan pemberontakan?

Di antara lima striker yang ada, Henry memang punya kelebihan; senior, pengalaman, produktif. Pemain kelahiran Les Ulis, Essonne, pinggiran kota Paris pada 17 Agustus 1977, itu adalah top skorer Prancis dengan 51 gol di 121 pertandingan. Unggul jauh ketimbang Nicolas Anelka (14 gol, 67 pertandingan), Sydney Govou (14-10), Djibril Cisse (29-9), atau Andre-Pierre Gignac (13-4).

Prestasi Henry-pun tidak sembarang. Ia ikut menyumbangkan tiga gelar--Piala Dunia 1998, Euro 2000, dan Piala Konfederasi 2003--dari total lima gelar Prancis di kancah internasional.

Hanya saja, setahun terakhir karier Henry di level klub mundur drastis. Seusai menjadi pemain kunci Barcelona, meraih treble winner musim 2008/2009, musim lalu Henry hanya tampil 19 kali sebagai starter dan mencetak 4 gol.

Di tim nasional, dia sudah enam bulan tak mencetak gol. Terakhir ia mencetak satu gol ketika mengalahkan Austria 3-1 di kualifikasi Piala Dunia 14 Oktober 2009. Setelah itu di enam pertandingan, dua playoff melawan Irlandia Utara dan empat pertandingan uji coba, ia tak pernah mencetak gol.

Fakta-fakta ini jelas memengaruhi pandangan Domenech terhadap performa Henry di lapangan. Toh, pemain lain, berbeda dengan pendapat sang pelatih. Rekan-rekan Henry justru percaya Henry masih mumpuni.

Langkah "Ayam Jantan" lolos ke Afsel adalah berkat jasa tangan--bukan kaki atau kepala--Henry saat play off melawan Irlandia. Henry menyentuh bola yang hampir keluar lapangan yang kemudian diselesaikan William Gallas menjadi gol penyama 1-1. Prancis-pun lolos dengan aggregat 2-1.

Tuah inilah yang masih diharapkan bisa diberikan Henry.

Henry sendiri mengaku tidak masalah jika harus kehilangan tempat di tim utama. "Ini hal logis di sepak bola. Lebih dari empat bulan terakhir, saya tidak terlalu banyak bermain. Ada pemain yang lebih baik dari saya dan itu adalah Anelka. Saya bisa menerima itu," kata mantan pemain Juventus dan Arsenal tersebut.

Yang pasti perpecahan ini berbahaya bagi langkah Prancis. Persiapan mereka jauh dari kata memuaskan. Setelah disikat Spanyol 0-2 (3 Maret), gawang Prancis selalu kebobolan satu gol dari tim-tim yang notabene berada di bawah mereka. Mereka hanya menang tipis dari Kosta Rika 2-1 (26 Mei), tapi kemudian ditahan Tunisia 1-1 (30 Mei), dan--yang memalukan--kalah dari Cina 0-1 (4 Juni).

Apalagi lawan pertama mereka adalah Uruguay yang diperkuat duo striker haus gol, Diego Forlan dan Luiz Suarez. Keduanya total mencetak 77 gol bagi klubnya sepanjang musim lalu. Forlan mengemas 28 gol untuk Atletico Madrid, termasuk dua gol ke gawang Fulham yang memberikan klub Spanyol itu trofi Liga Eropa. Suarez, lebih gawat lagi, 49 gol di 48 pertandingan bersama Ajax. Termasuk enam kali hattrik!

Uruguay jelas berat. Setelah itu Prancis masih harus berhadapan dengan dua tim yang juga tak mudah. Pertama tim penuh talenta Meksiko pada 16 Juni sebelum bertemu tuan rumah Afsef--dengan dukungan penontonnya--pada 22 Juni.

Jika Domenech gagal menyatukan timnya, siap-siap saja menyaksikan Prancis mengulang kegagalan total seperti Piala Dunia 2002 dan Euro 2008, ketika mereka tersingkir dari fase grup tanpa sekalipun menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 11 Juni 2010


Prancis Berharap Tuah Monsieur Henry

MENJELANG pertandingan perdana Piala Dunia 2010 melawan Uruguay di Cape Town Stadium, Jumat (11/6) malam ini, aroma tak sedap malah tercium dari kubu Prancis. Para pemain senior Les Blues--julukan Prancis--meminta pelatih Raymond Domenech tetap memasukkan nama Thierry Henry ke dalam starting line up. Kedengarannya rada aneh. Yang namanya pelatih, ya tugasnya menentukan strategi dan susunan pemain. Tugas pemain, ya menuruti pelatih termasuk menerima keputusan dimainkan atau tidak.

Sebenarnya seberapa penting peran Henry di tim Prancis sampai-sampai para pemain berani melakukan pemberontakan?

Di antara lima striker yang ada, Henry memang punya kelebihan; senior, pengalaman, produktif. Pemain kelahiran Les Ulis, Essonne, pinggiran kota Paris pada 17 Agustus 1977, itu adalah top skorer Prancis dengan 51 gol di 121 pertandingan. Unggul jauh ketimbang Nicolas Anelka (14 gol, 67 pertandingan), Sydney Govou (14-10), Djibril Cisse (29-9), atau Andre-Pierre Gignac (13-4).

Prestasi Henry-pun tidak sembarang. Ia ikut menyumbangkan tiga gelar--Piala Dunia 1998, Euro 2000, dan Piala Konfederasi 2003--dari total lima gelar Prancis di kancah internasional.

Hanya saja, setahun terakhir karier Henry di level klub mundur drastis. Seusai menjadi pemain kunci Barcelona, meraih treble winner musim 2008/2009, musim lalu Henry hanya tampil 19 kali sebagai starter dan mencetak 4 gol.

Di tim nasional, dia sudah enam bulan tak mencetak gol. Terakhir ia mencetak satu gol ketika mengalahkan Austria 3-1 di kualifikasi Piala Dunia 14 Oktober 2009. Setelah itu di enam pertandingan, dua playoff melawan Irlandia Utara dan empat pertandingan uji coba, ia tak pernah mencetak gol.

Fakta-fakta ini jelas memengaruhi pandangan Domenech terhadap performa Henry di lapangan. Toh, pemain lain, berbeda dengan pendapat sang pelatih. Rekan-rekan Henry justru percaya Henry masih mumpuni.

Langkah "Ayam Jantan" lolos ke Afsel adalah berkat jasa tangan--bukan kaki atau kepala--Henry saat play off melawan Irlandia. Henry menyentuh bola yang hampir keluar lapangan yang kemudian diselesaikan William Gallas menjadi gol penyama 1-1. Prancis-pun lolos dengan aggregat 2-1.

Tuah inilah yang masih diharapkan bisa diberikan Henry.

Henry sendiri mengaku tidak masalah jika harus kehilangan tempat di tim utama. "Ini hal logis di sepak bola. Lebih dari empat bulan terakhir, saya tidak terlalu banyak bermain. Ada pemain yang lebih baik dari saya dan itu adalah Anelka. Saya bisa menerima itu," kata mantan pemain Juventus dan Arsenal tersebut.

Yang pasti perpecahan ini berbahaya bagi langkah Prancis. Persiapan mereka jauh dari kata memuaskan. Setelah disikat Spanyol 0-2 (3 Maret), gawang Prancis selalu kebobolan satu gol dari tim-tim yang notabene berada di bawah mereka. Mereka hanya menang tipis dari Kosta Rika 2-1 (26 Mei), tapi kemudian ditahan Tunisia 1-1 (30 Mei), dan--yang memalukan--kalah dari Cina 0-1 (4 Juni).

Apalagi lawan pertama mereka adalah Uruguay yang diperkuat duo striker haus gol, Diego Forlan dan Luiz Suarez. Keduanya total mencetak 77 gol bagi klubnya sepanjang musim lalu. Forlan mengemas 28 gol untuk Atletico Madrid, termasuk dua gol ke gawang Fulham yang memberikan klub Spanyol itu trofi Liga Eropa. Suarez, lebih gawat lagi, 49 gol di 48 pertandingan bersama Ajax. Termasuk enam kali hattrik!

Uruguay jelas berat. Setelah itu Prancis masih harus berhadapan dengan dua tim yang juga tak mudah. Pertama tim penuh talenta Meksiko pada 16 Juni sebelum bertemu tuan rumah Afsef--dengan dukungan penontonnya--pada 22 Juni.

Jika Domenech gagal menyatukan timnya, siap-siap saja menyaksikan Prancis mengulang kegagalan total seperti Piala Dunia 2002 dan Euro 2008, ketika mereka tersingkir dari fase grup tanpa sekalipun menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar